BERANDA ARTIKEL DAFTAR ARTIKEL FAVORIT SAYA DOKUMEN KONTEN EDUKASI ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG KAMI

Seks Positif

16-Jan-2024 | Aan Rianto

Terakhir diperbaharui 19-Aug-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 77 kali

Jadikan artikel favorit

#faith2endaids

...

"Seks positif" dalam bahasa Indonesia biasanya merujuk pada pendekatan yang sehat, aman, dan berbasis pada persetujuan bersama terkait aspek-aspek seksualitas.
Berikut adalah elemen-elemen kunci dari pendekatan seks positif:

1. Persetujuan. Interaksi seksual yang melibatkan persetujuan bersama dari semua pihak dianggap penting. Persetujuan bersama menjadi dasar dari hubungan seksual yang sehat.

2. Kesehatan dan Keamanan. Pendekatan seks positif menekankan perlunya menjaga kesehatan seksual dan melibatkan praktik-praktik seksual yang aman. Perlindungan terhadap infeksi menular seksual, pemeriksaan kesehatan rutin, dan perilaku seksual yang aman dianggap penting.

3. Pendidikan dan Informasi.  Akses terhadap informasi seksual yang benar dianggap sebagai langkah penting dalam mendukung individu membuat keputusan seksual yang sehat. Pendidikan seksual dapat membantu menghilangkan mitos-mitos tentang seks dan meningkatkan kesadaran individu terkait kesehatan seksual.

4. Keragaman dan Penerimaan.  Pendekatan seks positif mendukung keragaman seksual dan menerima berbagai identitas seksual, orientasi seksual, dan preferensi seksual. Penerimaan terhadap keberagaman seksual dianggap sebagai bagian integral dari pendekatan ini.

5. Komunikasi. Komunikasi terbuka dianggap penting dalam hubungan seksual yang sehat. Membangun lingkungan di mana perasaan, batasan, dan keinginan dapat diungkapkan dengan jelas menjadi kunci untuk pengalaman seksual yang positif.

Pendekatan seks positif mendorong individu untuk melihat seksualitas sebagai pengalaman positif, menggalakkan pembicaraan terbuka tentang seks, dan meningkatkan kesadaran individu terkait kesehatan seksual. Penting untuk diingat bahwa penerapan konsep ini dapat bervariasi sesuai dengan nilai, keyakinan, dan batasan individu.

Mengapa pendekatan seks positif perlu dalam pembicaraan mengenai HIV?
Seperti diketahui bahwa HIV hingga saat ini selalu dikaitkan dengan isu seksualitas dan moralitas. Penularan HIV lekat dengan anggapan seks bebas sebagai cara penularannya. Orang yang terinfeksi HIV juga seringkali dianggap tidak bertanggung jawab karena ”menyalahgunakan” seks diluar hubungan yang dianggap formal atau ikatan pernikahan.
Hal ini secara tidak langsung juga berpengaruh pada stigma  buruk terhadap HIV dan orang yang hidup dengan HIV itu sendiri.

Sekalipun saat ini sudah banyak informasi mengenai TDTM (Tidak terDeteksi = Tidak Menularkan) dimana orang dengan HIV dengan viral load tersupresi sudah tidak lagi dapat menularkan HIV secara seksual (sesuai kampanye global U=U), anggapan bahwa HIV tetap dapat ditularkan akan selalu mudah diterima sekalipun menimbulkan ketakutan tersendiri terhadap penularan HIV.

Dengan memahami seks positif diharapkan bahwa setiap orang juga memahami isu seksualitas secara lebih positif dan tidak selalu mengkaitkan penularan HIV dengan seks bebas.

Salah satu tujuannya adalah mempermudah kita mengenali ketubuhan, seks aman dan juga menghargai suatu hubungan. Hal ini dapat dicapai dengan informasi yang juga positif, diskusi dan pembicaraan dimana setiap orang memiliki hak atas seksualitasnya sendiri, termasuk apa yang termasuk seks rekreasi.
Tidak semua orang nyaman membicarakan mengenai seks dan seksualitas secara positif. Apalagi saat dikaitkan dengan isu HIV dan penularannya. Menyampaikan informasi mengenai TDTM (Tidak terDeteksi = Tidak Menularkan) tidak serta merta layak dianggap sebagai upaya mendorong terjadinya seks bebas. Seks positif menghargai pilihan seseorang atas seks dan seksualitasnya termasuk saat memilih abstinence ataupun melakukan group seks atau lainnya (yang mungkin akan dianggap ”tidak normal”). Seks positif seharusnya menciptakan respek terhadap kesepakatan dan pengalaman seksual orang lain tanpa perlu menganggap lebih buruk dari lainnya hanya karena pengalaman dan pemahaman yang berbeda. Seks aman juga dapat dijadikan bahan diskusi saat seks tidak lagi dianggap tabu, setiap orang dapat dengan nyaman membicarakan mengenai seksualitasnya tanpa perlu merasa takut dihakimi atau dicap sebagai orang yang lebih buruk.

HIV juga dapat dicegah penularannya saat seks bisa dibicarakan secara positif, saat setiap orang menghargai pilihan dan pengalaman serta pemahaman seksualitas orang lain, saat HIV juga dipersepsikan sebagai infeksi yang dapat menginfeksi siapapun tanpa perlu membandingkan moralitas seseorang. Pada akhirnya setiap orang memiliki status HIV yang sama : positif, negatif atau tidak tahu (karena tidak pernah melakukan tes).
Dan pada akhirnya orang yang tidak pernah melakukan tes dan mengetahui status HIV-nya seringkali menjadi sumber penularan HIV baru tanpa disadari, sementara yang selalu menerima stigma dan perlakuan diskriminatif adalah orang yang tahu status HIV positifnya (dan menjaga viral loadnya tidak tersupresi).

Kata kunci : #faith2endaids
Artikel dari
Kesehatan Mental

Support System Untuk ODHIV


30-Aug-2023 | Aan Rianto

Tekanan Sosial ODHIV


11-Sep-2023 | Aan Rianto

Hidup Dengan HIV


02-Sep-2023 | Aan Rianto

Kesehatan Mental Dan HIV


30-Aug-2023 | Aan Rianto