ARTIKEL DOKUMEN GALERI POSTER ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG EQUALS_ID KONTRIBUTOR EQUALS_ID MITRA EQUALS_ID

Kenapa Harus Aku Yang Positif HIV?

28-Dec-2024 | Hariyanda

Terakhir diperbaharui 28-Dec-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 1398 kali

#StigmaDiskriminasi #UndetectableUntransmittable #faith2endaids #edukasiHIV #HIV #ODHIV #equals_id #UequalsU #obatHIV #peoplefirst #edukasiHIV #KepedulianHIV #LivingWithHIV #ARVTherapy #HIVBukanAib #HidupDenganHIV #ODHIVBerhakBahagia #ObatHIV #ObatARV #ODHIVSehat #ODHIVBerdaya #DukunganMental #KesehatanJiwa #PeduliSesama #DukunganEmosional #MendukungOrangDenganHIV

...
Mendapatkan diagnosis HIV adalah salah satu momen yang paling sulit dalam hidup seseorang. Pikiran seperti, “Kenapa harus aku? atau “Apa yang salah dengan hidupku?” mungkin memenuhi kepala saat baru menerima hasil tes dan diagnosa. Perasaan ini sangat wajar, tetapi penting untuk memahami bahwa hidup tidak berakhir di sini. Diagnosis HIV bukanlah akhir dari segalanya—ini adalah awal dari perjalanan baru untuk memahami diri sendiri dan menemukan makna yang lebih dalam dalam hidup.
 
1. Mengapa Harus Aku?
Pertanyaan ini sering muncul karena manusia cenderung mencari alasan dibalik hal-hal yang tidak terduga. Faktanya, HIV tidak memilih siapa yang akan diinfeksi. HIV adalah virus, dan penularannya terjadi karena kondisi yang memungkinkan, bukan karena “kesalahan” atau “kutukan” seseorang. Siapapun dapat terinfeksi HIV saat tidak memahami dan melakukan resiko terinfeksi HIV, yang seringkali terjadi juga karena ketidak pahaman informasi, selain juga mungkin lengah (ataupun alasan lain).
 
Menurut UNAIDS (2023), lebih dari 39 juta orang hidup dengan HIV di seluruh dunia, dan setiap individu memiliki cerita yang unik. Yang membedakan adalah bagaimana mereka merespons situasi ini. Hidup dengan HIV bukanlah hukuman, melainkan tantangan yang bisa dikelola dengan pengobatan yang tepat dan pola pikir yang positif.
 
2. Proses Menerima Diri Sendiri
Tidak mudah menerima diagnosis HIV, dan itu adalah hal yang sangat normal. Namun, langkah pertama untuk bangkit adalah menerima diri sendiri. Sebuah studi dalam Journal of Positive Psychology (2021) menunjukkan bahwa penerimaan diri adalah kunci utama untuk meningkatkan kesejahteraan emosional dan mental.
 
Menerima diagnosis bukan berarti menyerah, melainkan mengakui situasi dan fokus pada solusi. Dengan terapi antiretroviral (ARV) yang tepat, seseorang dapat hidup sehat, panjang, dan produktif tanpa risiko menularkan HIV kepada orang lain melalui prinsip U=U (Undetectable = Untransmittable). Penting bagi teman-teman yang baru mengetahui status HIV positif untuk memahami pengobatan HIV agar dapat segera melewati fase ini. Dengan memahami bahwa menjalani pengobatan ARV berarti juga akan dapat memiliki kehidupan dan kesehatan sama seperti orang tanpa HIV, sama seperti saat masih negatif HIV (hanya dengan perbedaan harus minum ARV setiap hari) tentunya teman-teman akan dapat kembali memiliki motivasi untuk melanjutkan kembali rencana-rencana yang sempat tertunda.
 
3. Hidup dengan HIV di Era Modern
Ilmu pengetahuan dan teknologi medis telah berkembang pesat. Di masa lalu, HIV sering dianggap sebagai vonis mati, tetapi kini itu tidak lagi berlaku. Pengobatan ARV memungkinkan orang dengan HIV memiliki kualitas hidup yang setara dengan mereka yang tidak terinfeksi. Penting juga memahami bahwa salah satu tujuan utama pengobatan ARV adalah membuat orang yang hidup dengan HIV tidak lagi dapat menularkan HIV kepasangannya secara seksual sekalipun melakukan hubungan seks tanpa kondom. Pengobatan ini juga memperkecil resiko penularan pada bayi yang dikandung sehingga perempuan yang hidup dengan HIV dapat melahirkan dan menyusui bayinya sama seperti orang tanpa HIV.
Apa yang sebelumnya dianggap suatu kemustahilan, saat ini dapat terwujud yang artinya juga tidak seharusnya ada stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang yang hidup dengan HIV.
 
Jurnal The Lancet HIV (2022) menunjukkan bahwa pengobatan modern bahkan memungkinkan orang dengan HIV memiliki harapan hidup yang hampir sama dengan populasi umum jika mereka memulai terapi lebih awal. Dengan mengikuti pengobatan, menjaga pola makan sehat, berolahraga, dan memelihara kesehatan mental, HIV hanya menjadi bagian kecil dari kehidupan dan tidak seharusnya menjadi penghalang sama sekali.
 
4. Mengubah Perspektif: Kamu Tidak Sendirian
Terkadang, rasa kesepian atau malu dapat membuat seseorang merasa putus asa. Namun, penting untuk diingat bahwa kamu tidak sendirian. Ada komunitas orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia yang siap memberikan dukungan emosional dan informasi.
 
Sebagai contoh, di Kanada dan Inggris, edukasi berbasis komunitas telah membantu ribuan orang dengan HIV mengatasi stigma dan hidup dengan optimisme. Sebuah studi dalam BMJ Global Health (2023) menunjukkan bahwa berbagi pengalaman dengan orang lain yang memahami situasi serupa dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan rasa percaya diri.
 
5. Fokus pada Harapan, Bukan Ketakutan
Hidup dengan HIV bukanlah akhir dari impianmu. Setiap langkah kecil—dari menerima diri sendiri, mengikuti pengobatan, hingga mendukung orang lain—adalah bukti kekuatanmu.
 
Laporan World Health Organization (2023) menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang dengan HIV sangat bergantung pada bagaimana mereka memandang situasi mereka sendiri. Memiliki pola pikir positif dan fokus pada harapan dapat membuka peluang baru untuk hidup yang lebih bermakna.
 
 
Kesimpulan:
 

Menemukan Makna di Balik Perjalanan.
Mungkin tidak ada jawaban yang sempurna untuk pertanyaan, “Kenapa harus aku?” Namun, kamu memiliki kendali atas bagaimana kamu merespons situasi ini. Diagnosis HIV tidak mendefinisikan siapa dirimu. Itu hanya menjadi bagian dari cerita hidupmu, yang dapat kamu ubah menjadi kisah inspirasi dan harapan bagi orang lain.

 
Hidup bukanlah tentang menghindari badai, tetapi tentang belajar menari di tengah hujan.”
 
Mari bersama menciptakan dunia tanpa stigma, di mana setiap individu dihargai bukan karena kondisinya, tetapi karena keberanian dan kekuatannya untuk terus melangkah maju.
Referensi
1. UNAIDS. (2023). Global HIV & AIDS Statistics Fact Sheet.  https://www.unaids.org/en/resources/fact-sheet
 
2. Journal of Positive Psychology. (2021). The role of self-acceptance in mental health recovery.  https://www.tandfonline.com/toc/rpos20/current
 
3. Rodger, A. J., et al. (2022). Risk of HIV transmission through condomless sex in serodifferent gay couples with the HIV-positive partner taking suppressive ART (PARTNER2). The Lancet HIV.  https://www.thelancet.com/journals/lanhiv/home
 
4. Carter, M., et al. (2023). Progress towards HIV elimination in the United Kingdom. BMJ Global Health.  https://gh.bmj.com
 
5. WHO. (2023). HIV Treatment and Care.  https://www.who.int
 
Artikel dari
Kesehatan Mental

HIV Dan Kecemasan (Anxiety)


13-Oct-2024 | Rizza Rezaly

Tekanan Sosial ODHIV


11-Sep-2023 | Aan Rianto

Efek Nocebo Pada Pengobatan


17-Dec-2024 | Rizza Rezaly

HIV Tidak Mengubah Hidupmu


27-Dec-2024 | Hariyanda

Kesehatan Mental Dan HIV


30-Aug-2023 | Aan Rianto

Seks Positif


16-Jan-2024 | Aan Rianto