ARV Bukanlah Vitamin
Terakhir diperbaharui 05-Sep-2024
Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit
Telah di baca 159 kali
#faith2endaidsBagaimana suatu informasi yang tidak tepat dapat mempengaruhi kepatuhan akan pengobatan ARV?
Banyak informasi edukasi dikomunitas yang sejak awal sudah berusaha memberikan doktrin bahwa ARV adalah "Vitamin". Mungkin mereka berharap bahwa dengan menganggap bahwa ARV adalah vitamin akan mengurangi beban minum obat setiap hari (alasan ini paling sering diberikan). Seringkali juga ditambahkan bahwa : HIV tidak ada obatnya dan tidak dapat disembuhkan.
Informasi dasar yang perlu diketahui dan seharusnya juga diampaikan sejak awal :
Bahwa ARV adalah satu-satunya obat antivirus untuk menekan HIV hingga tidak terdeteksi yang juga dapat mencegah infeksi menjadi AIDS. Jadi ARV adalah obat, bukan vitamin. Dengan ARV orang dengan HIV bisa tetap memiliki kesehatan yang sama seperti orang tanpa HIV, begitu juga hanya ARV yang dapat menekan HIV hingga tidak terdeteksi sehingga membuat orang dengan HIV tidak lagi dapat menularkan HIV secara seksual. Dengan kepatuhan ARV juga maka perempuan yang hidup dengan HIV bisa melahirkan dan menyusui bayinya sama seperti perempuan lain yang tidak hidup dengan HIV.
Jadi jelas bahwa ARV bukanlah vitamin dan tidak seharusnya disebut sebagai vitamin, apapun alasannya.
Vitamin adalah suplemen atau obat tambahan yang dibutuhkan tubuh dan dapat diminum kapan saja tubuh membutuhkan dan tidak perlu minum lagi saat kebutuhan vitamin tubuh terpenuhi. Jadi ARV berbeda dengan vitamin, baik secara definisi ataupun cara kerja. Vitamin dapat diminum saat tubuh membutuhkan tambahan vitamin dan dihentikan saat tubuh tidak lagi membutuhkan tambahan vitamin, sementara ARV harus tetap diminum setiap hari, terlepas saat kondisi sangat sehat sekalipun.
Anggapan sembuh selama ini adalah "penyakit hilang", padahal faktanya sembuh adalah kondisi pulih seperti semula, sementara yang disebut sembuh dari penyakit adalah hilangnya gejala penyebab penyakit bukan penyebab penyakit (virus, bakteri, jamur atau mikro organisme lain)
HIV bukanlah penyakit dan tidak menyebabkan sakit apapun sehingga tida ada yang perlu disembuhkan. Orang dengan HIV minum ARV bukan karena sakit, tapi agar tidak sakit.
HIV memang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga saat tidak dikendalikan akan membuat orang dengan HIV mudah sakit. Tetapi penyebab sakit ini bukanlah HIV, melainkan virus, bakteri, atau mikro organisma lain yang juga dapat menginfeksi orang tanpa HIV. Hanya saja karena kondisi imunitas yang tidak maksimal maka kesakitan ini dapat menjadi lebih parah pada orang yang hidup dengan HIV.
ARV tidak mengobati penyakit apapun tetapi menekan dan mengendalikan HIV agar tidak semakin merusak kekebalan tubuh, sehingga pengidap nya tetap sehat dan tidak lagi menularkan ke orang lain.
Saat kita berpikir bahwa HIV tidak ada obatnya dan tidak dapat disembuhkan (sehingga kita menganggap orang dengan HIV=penyakitan) dan juga ARV adalah vitamin (apapun alasannya) maka marketing herbal akan masuk dengan tagline "obat penyembuh HIV".
Akhirnya orang yang tidak percaya bahwa ARV adalah obat akan membayar herbal tersebut seberapapun harganya. Saat keterlibatannya semakin jauh, maka tidak mustahil akan mulai berhenti menjalani terapi ARV karena doktrin "ARV adalah obat kimia yang berbahaya bagi tubuh apabila diminum dalam jangka waktu panjang apalagi seumur hidup...."
Sayangnya banyak anggota komunitas bahkan aktivis lama yang sepertinya sulit sekali dirubah mindset nya, tanpa menyadari banyak kasus LTFU (Lost to Follow UP atau putus pengobatan) karena bosan. Bosan kenapa?
Sudah minum ARV seumur hidup tetapi tetap tidak sembuh penyakit HIV-nya, tiap hari selalu ketakutan menularkan ke pasangan sekalipun menggunakan kondom, dan harapan menemukan berita "telah ditemukan obat HIV" tidak kunjung tiba....
Kalau kita sendiri masih denial dan menolak menyebut ARV sebagai obat, maka seharusnyatidak perlu berkeluh kesah saat penjual herbal sibuk memasarkan dagangannya karena selalu ada teman-teman komunitas yang akan membeli "obat HIV", yang kemudian angka putus obat semakin tinggi, angka kesakitan dan kematian pada orang dengan HIV meningkat, demikian pula angka penularan baru HIV.
Ternyata tanpa disadari saat kita tidak menggunakan bahasa yang benar dan tepat, kita juga memilik andil dalam membuat orang dengan HIV putus pengobatan karena menghancurkan harapan mereka bahwa tidak ada obat HIV bahkan terus mengatakan "HIV tidak dapat disembuhkan".
Sementara kondisi AIDS sekalipun dapat disembuhkan dan dipulihkan termasuk saat ada beberapa infeksi oportunistik.