Thailand Versus Indonesia Dalam Pelayanan Kesehatan Terhadap ODHIV
Terakhir diperbaharui 05-Feb-2025
Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit
Telah di baca 109 kali
#StigmaDiskriminasi #faith2endaids #edukasiHIV #HIV #ODHIV #UequalsU #peoplefirst #letcommunitieslead #pencegahanHIV #ODHIVBerdayaDalam upaya global memerangi HIV, Thailand dan Indonesia menonjol sebagai dua negara dengan jumlah Orang dengan HIV (ODHIV) terbesar di Asia Tenggara. Menurut data UNAIDS, pada tahun 2021, ada sekitar 540.000 orang yang hidup dengan HIV di Indonesia, sementara di Thailand ada sekitar 520.000 orang yang hidup dengan HIV . Meskipun jumlahnya serupa, pendekatan kedua negara dalam pelayanan kesehatan terhadap orang yang hidup dengan HIV menunjukkan perbedaan signifikan yang patut dianalisis.
Sistem Pelayanan Kesehatan: Thailand vs. Indonesia
Thailand telah menerapkan sistem pelayanan rujukan yang efektif, dimulai dari primary care unit hingga rumah sakit distrik, memastikan akses layanan kesehatan yang merata . Sebaliknya, Indonesia menghadapi tantangan dalam distribusi tenaga kesehatan dan akses layanan yang belum merata, terutama di daerah terpencil. Kurangnya tenaga kesehatan dan fasilitas yang memadai menjadi hambatan signifikan dalam penanganan HIV di Indonesia . Baru dalam beberapa tahun belakangan Indonesia memperluas layanan PDP untuk akses pengobatan dan dukungan terhadap HIV dan orang yang hidup dengan HIV ditingkat puskesmas. Beberapa wilayah dengan cakupan demografis yang luas masih belum dapat mengambil manfaat maksimal dari perluasan layanan PDP HIV ini. Seperti beberapa wilayah kepulauan Riau yang dipisahkan oleh laut dan tersebar dalam beberapa wilayah kepulauan.
Kendala ini menjadi tantangan cukup besar untuk akses pengobatan (maupun testing) dimana belum semua layanan kesehatan menerapkan MMD (pemberian obat multi bulan) sekalipun kementrian kesehatan juga sudah mengeluarkan petunjuk teknis terkait pengadaan logistik untuk MMD ini.
Kedua negara memiliki latar belakang masyarakat yang cukup majemuk dan relijius. Thailand dapat dengan mudah memisahkan issue HIV sebagai ranah kesehatan yang tidak perlu dicampur adukkan dengan issue moralitas, sementara Indonesia berlaku sebaliknya. Semua informasi terkait HIV bahkan kampanye pencegahan selalu dihubungkan dengan perilaku "seks bebas".
Pembiayaan Kesehatan dan Akses terhadap ARV
Thailand telah berhasil mengimplementasikan Universal Health Coverage (UHC) yang mencakup pengobatan antiretroviral (ARV) bagi orang yang hidup dengan HIV, memastikan bahwa pengobatan tersedia secara gratis atau dengan biaya minimal . Di Indonesia, meskipun program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berjalan, masih terdapat kendala dalam pembiayaan dan distribusi ARV, menyebabkan beberapa ODHIV kesulitan mengakses pengobatan yang konsisten dan berkesinambungan.
Stigma dan Edukasi Masyarakat
Thailand telah melakukan kampanye edukasi yang masif untuk mengurangi stigma terhadap orang yang hidup dengan HIV, termasuk program pencegahan dan edukasi di kalangan populasi kunci . Di Indonesia, stigma dan diskriminasi terhadap orang yang hidup dengan HIV masih menjadi tantangan besar, menghambat individu untuk melakukan tes dan mendapatkan perawatan yang diperlukan .
Statistik yang Mendukung
Menurut data UNAIDS, pada tahun 2023, Thailand mencatat sekitar 9.100 infeksi HIV baru, sementara Indonesia mencatat sekitar 28.000 infeksi baru . Perbedaan ini mencerminkan efektivitas program pencegahan dan penanganan HIV di kedua negara.
Saran Perbaikan untuk Indonesia
1. Peningkatan Distribusi Tenaga Kesehatan: Memastikan ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil, untuk memberikan layanan yang optimal .
2. Penguatan Sistem Pembiayaan Kesehatan: Meningkatkan efisiensi program JKN dan memastikan ketersediaan ARV bagi semua orang yang hidup dengan HIV tanpa hambatan finansial .
3. Kampanye Anti-Stigma: Melakukan edukasi masyarakat secara luas untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap orang yang hidup dengan HIV, sehingga mendorong lebih banyak individu untuk melakukan tes dan mendapatkan perawatan .
4. Kolaborasi Internasional: Belajar dari negara-negara dengan program penanganan HIV yang sukses, seperti Thailand, melalui pertukaran pengetahuan dan praktik terbaik .
5. Semua upaya pencegahan HIV yang sudah tersedia, termasuk juga treatment as prevention (TasP atau U equals U) seharusnya dikampanyekan secara lebih masiv. sehingga masyarakat paham bahwa HIV mudah dicegah penularannya, dapat diobati dan orang yang hidup dengan HIV dengan pengobatan yang baik tidak lagi dapat menularkan HIV keorang lain secara seksual
Perkembangan Ilmu Kedokteran Global
Di tingkat global, penelitian dan pengembangan dalam penanganan HIV dan AIDS terus berkembang, termasuk terapi gen dan vaksin eksperimental. Indonesia perlu berpartisipasi aktif dalam penelitian ini dan memastikan adopsi teknologi medis terbaru untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi orang yang hidup dengan HIV.
Dengan menerapkan strategi-strategi di atas, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bagi orang yang hidup dengan HIV dan bergerak menuju target bebas AIDS pada tahun 2030.
Kesimpulan
Thailand dan Indonesia, dua negara di Asia Tenggara, menghadapi tantangan yang berbeda dalam pelayanan kesehatan terhadap orang yang hidup dengan HIV. Thailand telah menunjukkan kemajuan signifikan melalui sistem Universal Health Coverage (UHC), distribusi ARV yang merata, dan kampanye anti-stigma yang efektif. Sementara itu, Indonesia masih perlu memperbaiki distribusi tenaga kesehatan, memperkuat pembiayaan JKN, serta meningkatkan edukasi masyarakat untuk mengurangi stigma terhadap orang yang hidup dengan HIV.
Dengan belajar dari Thailand dan menerapkan kebijakan berbasis bukti serta mendukung pengembangan ilmu pengetahuan kedokteran, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperbaiki layanan kesehatan bagi orang yang hidup dengan HIV dan mencapai target eliminasi AIDS pada 2030