Hasil Positif Palsu Pada Ibu Hamil
Terakhir diedit 13-Oct-2025
Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit
#StigmaDiskriminasi #UndetectableUntransmittable #edukasiHIV #HIV #ODHIV #equals_id #UequalsU #obatHIV #peoplefirst #letcommunitieslead #edukasiHIV #pencegahanHIV.png)
Ibu hamil saat ini direkomendasikan untuk tes HIV, dan salah satu cara penularan HIV vertikal adalah dari ibu kepada bayinya selama masa kehamilan. Tes HIV pada ibu hamil dilakukan pada masa awal kehamilan (trisemester pertama) dan trisemester ketiga (sebelum minggu ke-36, sebaiknya minggu ke-28 sampai 32).
Jika tanpa tes HIV maka resiko penularan semakin tinggi dan kasus penularan secara vertikal akan semakin meningkat tanpa antisipasi dari ibu untuk menjalani pengobatan ARV.
Ada kondisi juga yang membuat ibu hamil menjadi stres karena seringkali kasus ketika tes HIV mendapatkan hasil reaktif palsu. Tentu ini juga akan membuat kesehatan mental ibu yang hamil akan semakin memburuk jika menerima informasi bahwa mendapat hasil tes positif palsu. Lalu yang menjadi pertanyaan inti mengapa ibu hamil bisa mendapat hasil positif palsu tes HIV ?
Beberapa peneliti mengaitkan alloantibodi (antibodi yang diproduksi sebagai respon terhadap antigen asing, stimulus pembentukkanya karena donor darah, transfusi darah, kehamilan) meningkatkan resiko terjadinya hasil positif palsu pada kehamilan, transfusi, transplantasi dan penyakit autoimun yang mana semua kondisi tersebut ada reaksi silang yang menyerupai reaksi antibodi HIV terhadap salah satu antigen HIV.
Untuk bisa mengonfirmasi salah satunya dengan tes PCR, jika ibu hamil tidak menjalani pengobatan ARV dan mendapat hasil tes tidak terdeteksi maka sudah bisa dipastikan bahwa memang tidak terinfeksi HIV dan hanya mendapat hasil positif palsu. WHO mengeluarkan rekomendasi untuk mengantisipasi salah diagnosa yaitu strategi dan algoritma yang tidak melibatkan tes HIV cepat/Rapid Diagnostic Test (RDT).
Berikut ini algoritma tes HIV dan sifilis untuk ibu hamil :