BERANDA ARTIKEL DAFTAR ARTIKEL FAVORIT SAYA DOKUMEN KONTEN EDUKASI ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG KAMI

TLD Dan Kualitas Hidup ODHIV

06-Aug-2023 | Aan Rianto

Terakhir diperbaharui 15-Feb-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 99 kali

Jadikan artikel favorit

#faith2endaids

...

Salah seorang teman kantor pagi ini dengan ekspresi gembira menyatakan perasaannya setelah (akhirnya) berganti ke TLD. Kualitas tidur jauh lebih baik, tidak lagi kuatir diare saat makan pagi. Sebelumnya selama lebih dari 10 tahun dia menggunakan TLA (Tenovofir, Lamivudine, Aluvia) dengan keluhan seringnya sulit tidur dan diare selama dia konsumsi TLA. Semua keluhan tidak didengarkan dokternya karena CD4 dan VL dianggap bagus, sehingga mungkin juga dokternya berpikir kalau sudah TLA tidak bisa diganti ke TLD.

Bahkan dokternya sempat melontarkan :"...yakin mau ganti TLD, kalau resisten atau ada efek samping bagaimana? Tidak bisa balik ke TLA lagi lho........."

Hal seperti ini tentunya akan membuat pasien gamang, apalagi dalam banyak hal seorang tenaga kesehatan dianggap sebagai sumber informasi utama terkait kesehatan. Dan ternyata kasus dan alasan seperti ini cukup banyak terjadi dikomunitas. Sudah mengajukan tapi dokternya tidak mengabulkan sehingga pasien kembali menggunakan rejimen ARV kombinasi lain, termasuk yang menggunakan Duviral-Nevirapine yang belakangan sudah tidak lagi direkomendasikan karena kekuatiran hepatoksisitas.

Kasus diatas juga bukan menjadi kasus pertama yang mendapat resistensi dari layanan saat mengajukan ganti TLD karena kekuatiran nakes akan hal-hal diatas (yang mana pada akhirnya tidak terbukti). Pernyataan yang cukup mempengaruhi mentalitas pasien, dan kemudian membatalkan upaya transisi ke TLD dan terpaksa menahan efek samping berkepanjangan (....entah sampai kapan, mungkin sampai bosan dan memutuskan berhenti pengobatan)

Disii lain banyak kasus penggantian ke TLD justru memperbaiki kualitas hidup mereka, minum ARV bukan lagi menjadi beban karena banyak yang tidak merasakan efek samping, tidak lagi terganggu aktifitas sosial ataupun aktifitas kesehariannya. Tidak mengalami gangguan tidur atau mimpi 'nyata' yang juga berakibat terganggunya mood (mood swing) dalam kehidupan sosialnya.

CD4 dan VL bukan lagi menjadi syarat untuk transisi ke TLD. Tidak perlu menunggu resisten atau pasien menjadi putus obat (LTFU) untuk dapat berganti ke TLD.

Selama tidak ada indikasi resistensi pada salah satu rejimen dalam TLD maka transisi ke TLD dapat dilanjutkan. Tenovofir dan lamivudine ada dibanyak kombinasi ARV yang umum, jadi kalau ada indikasi resitensi kemungkinan karena rejimen ketiga-nya.

Hal ini bisa dimonitor dengan melakukan pemeriksaan VL 2-3 bulan setelah transisi ke TLD.  Apabila tetap tersupresi berarti bisa tetap menggunakan TLD. Apabila VL terdeteksi > 1000 kopi/mL maka bisa dilakukan evaluasi ulang 3 bulan berikutnya. Metode sederhana ini dapat diterapkan saat pemeriksaan resistensi obat belum tersedia di Indonesia. Apabila dipemeriksaan VL terakhir angka semakin tinggi kemungkinan memang tidak cocok dengan rejimen ini dan perlu dipertimbangkan untuk diganti dengan rejimen lain, tapi bukan berarti ini dijadikan alasan untuk tidak melakukan transisi ke TLD yang juga sudah menjadi rekomendasi Kemkes (juga WHO) sebagai pengobatan utama untuk lini satu dan lini dua.

Selain mengurangi "beban pengobatanpada orang dengan  HIV yang menjalani pengobatan pengobatan ARV, TLD juga memiliki efektifitas dalam melakukan penekanan Viral Load yang lebih baik, efek samping yang lebih minim, interaksi yang lebih sedikit dengan obat lain maupun lenbih tahan terhadap resistensi.

Jadi untuk saat ini TLD dapat dikatakan merupakan rejimen kombinasi ARV yang terbaik untuk pengobatan HIV.

Kata kunci : #faith2endaids
Artikel dari
Literasi ARV & Pengobatan

Rekomendasi WHO Pengobatan Lini 1 Dan 2


02-Sep-2023 | Aan Rianto

ARV Dan Obat Dewa


11-Sep-2023 | Aan Rianto

Insomnia Pada Pengguna TLD


30-Aug-2023 | Aan Rianto