ARTIKEL DOKUMEN GALERI POSTER ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG EQUALS_ID KONTRIBUTOR EQUALS_ID MITRA EQUALS_ID

Stigma Terhadap ODHIV, Siapa Yang Berperan Dan Menciptakannya?

11-Sep-2023 | Aan Rianto

Terakhir diperbaharui 28-Sep-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 103 kali

#faith2endaids

...

Mengulang kembali materi sama yang masih banyak belum dipahami sehingga masih menggunakan penyebutan yang salah terutama bagi teman-teman dengan HIV ataupun rekan-rekan aktifis yang kerap menyuarakan kampanye nol diskriminasi dan nol stigma. Seriously, kita memperjuangkan persamaan dan kesetaraan tapi tanpa disadari kita justru membuat perbedaan semakin dalam. Apakah penting mempermasalahkan hal-hal kecil, termasuk istilah-istilah yang harusnya sudah di-update?

Semua hal besar bermula dari hal kecil, demikian juga ketakutan orang akan AIDS bermula dari hal-hal kecil dengan tulisan dan foto-foto pengidap AIDS yang terlihat seram sehingga yang terekam adalah orang dengan HIV=AIDS=Kematian.

Lupa bahwa HIV tidak selalu harus berakhir AIDS, lupa bahwa status HIV positif bahkan AIDS sekalipun juga bukan suatu vonis mati.
Coba kita kuak apa penyebab pemikiran HIV=AIDS=kematian. Yang pada akhirnya juga selalu menjadi momok menakutkan setiap ada edukasi terkait HIV

Bahwa HIV tidaklah sama dengan AIDS.
ODHIV orang dengan HIV tidaklah sama dengan ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). Ini adalah materi yang sangat mendasar, terkait penyebutan yang ternyata juga berperan sangat besar pada pembentukan dan penyebaran stigma. Orang yang hidup dengan HIV dapat sangat sehat, memiliki kondisi imunitas dan kesehatan sama seperti orang tanpa HIV, bahkan sama-sama tidak dapat menularkan HIV. Sementara orang yang hidup dalam kondisi AIDS seringkali juga mengidap beberapa infeksi penyerta yang menginfeksi saat kekebalan tubuhh sudah sangat rusak. Pelabelan kondisi "menderita" ini juga seringkali langsung dilekatkan pada orang yang hidup dengan HIV sekalipun tidak mengalami infeksi apapun bahkan kendala dalam kesehatannya. Mereka seringkali secara otomatis mendapatkan penyebutan penderita..... : penderita penyakit HIV AIDS, padahal HIV sendiri juga bukanlah suatu penyakit, serta kondisi AIDS juga akan ditentukan oelh penyakit penyerta yang menginfeksi saat itu. Apakah orang dengan HIV yang hanya mengalami flu juga serta merta akan dikondisikan masuk kategori AIDS?

Diluar negeri pasien dengan HIV disebut PLHIV (people living with HIV) untuk mengikis stigma. Status AIDS disebut sebagai HIV stadium 3.

Awam selama ini selalu didoktrin dan dicekoki dengan wajah "HIV" sama dengan yang sudah masuk AIDS, foto-foto terkait pengidap HIV selalu identik dengan penderita AIDS....hampir tidak ada foto pengidap HIV yang terlihat sehat....bahkan dibanyak komunitas foto profilnya juga tidak terlihat dengan berbagai alasan (yang salah satunya adalah "privacy").

Lalu salahkah awam bahkan petugas layanan menyebut mereka sebagai penderita? Orang dengan AIDS pasti menderita secara fisik ataupun mental karena kesehatan mereka digerogoti oleh poenyakit penyerta, dan terutama stigma buruk yang selalu mengkaitkan dengan moralitas, sehingga mereka merasa harus dijauhi dan kucilkan. Hal ini seringkali muncul dalam bentuk internal stigma, padahal kita ketahui bahwa semua bentuk stigma termasuk internalk stigma dipicu dari adanya eksternal stigma yang sudah ada.

Awam jauh lebih takut mendengar kata AIDS karena menurut mereka AIDS=vonis mati. Lalu akankah kita membiarkan paradigma ini melekat dan beredar semakin luas?

Sebagian besar infeksi penyerta (infeksi oportunistik) yang muncul dalam kondisi AIDS dapat disembuhkan sehingga pada akhirnya mereka hanya hidup dengan HIV (ODHIV). Status AIDS tetap akan ada direkam medis dokter yang menanganinya (sesuai kondisi mereka saat tau status) sebagai bagian dari perawatan riwayat kesehatan, begitu juga perkembangan perawatan kesehatannya selanjutnya. Semua rekam medis (tidak hanya HIV) mencatat dan merekam semua keluhan, kondisi dan perkembangan kesehatan pasien. Tapi saat orang tersebut sudah dipuilihkan segala infeksi penyerta dan kondisi imunitasnya apakah akan tetap layak untuk disebut sebagai pengidap AIDS yang dimana setiap orang mendengar status ini tentunya akan langsung mengernyitkan dahi?

Jadi alasan bahwa status AIDS akan selamanya menetap sebenarnya sudah stigmatis karena tidak memahami rekam medis dengan benar.

Bukankah saat kekebalan tubuh mereka dipulihkan dan viral load tidak terdeteksi (tidak lagi menularkan) mereka tidak berbeda secara kualitas hidup dan kesehatan dengan orang tanpa HIV? Apakah kita (yang seharusnya "mengaku" peduli) tetap akan memaksakan bahwa mereka harus dibedakan??? Terutama karena status HIV-nya? Sadarkah bahwa sama seperti kondisi medis lain, setiap orang juga memiliki status HIV yang sama : negatif, positif, tidak tau karena tidak pernah melakukan tes?

Apakah orang dengan hepatitis, diabetes, kanker memiliki sebutan khusus? Sama-sama penyakit kronis yang juga membutuhkan pengobatan jangka panjang-kan?

Apakah kita juga perlu menggolongkan mereka kedalam "orang-orang yang tidak dapat disembuhkan?" Seolah memang layak dijauhi karena hanya menunggu mati? Disisi lain memang banyak yang memanfaatkan" statusnya untuk dapat menggantungkan segala sesuatunya  pada orang lain.

Apakah kita mau acuh dan meneruskan stigma yang ada sementara kita juga jengah dengan berbagai perlakuan diskriminatif? Mari Kita rubah paradigma yang ada selama ini. Dimulai dari pemahaman kita terkait HIV.

Artikel dari
Mitos, Diskriminasi, Stigma

HIV Karena Takdir?


07-Sep-2023 | Aan Rianto

Stop Menyebut ODHIV Sebagai Penderita


02-Sep-2023 | Aan Rianto

Edukasi HIV Di Komunitas


02-Sep-2023 | Aan Rianto

Bubur Ayam Dan HIV


12-Sep-2023 | Aan Rianto