BERANDA ARTIKEL DAFTAR ARTIKEL FAVORIT SAYA DOKUMEN KONTEN EDUKASI ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG KAMI

Pengaruh Penggunaan Bahasa Dalam Keberhasilan Terapi ARV

07-Sep-2023 | Aan Rianto

Terakhir diperbaharui 15-Feb-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 54 kali

Jadikan artikel favorit

#faith2endaids

...

Apakah edukasi negatif dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan HIV?

Banyak yang tanpa disadari masih belum menganggap ARV sebagai obat HIV. Mungkin bagi banyak orang obat bersifat menyembuhkan sehingga tidak perlu lagi minum obat (sekalipun sudah tidak sakit). Padahal fungsi obat adalah menghilangkan gejala yang menimbulkan sakit. Apakah obat dapat membunuh virus (apapun)? Obat dibuat, dipasarkan dan dijual sebagai "penghilang" gejala suatu penyakit. Obat batuk dibuat dan dipasarkan sebagai obat yang dapat menghilangkan gejala batuk sehingga dianggap "sembuh". Penyebab batuk juga akan beragam, tetapi semua obat batuk berfungsi untuk menghilangkan gejala batuk, bukan penyebab batuk.

Keberhasilan ARV dalam menekan HIV hingga tidak terdeteksi yang berarti tidak lagi menularkan keorang lain (seperti yang selama ini ditakuti) seringkali dikecilkan artinya dengan "hanya menekan", tidak membunuh atau mengurangi....lebih fatal lagi ada edukasi yang mengatakan bahwa ARV membuat virus tidur.
Nyatanya ARV bukanlah obat tidur bagi virus. Jumlah viral load (HIV dalam darah) memang berkurang drastis, bahkan dapat sampai jumlah yang bahkan alat penghitung materi DNA dan RNA HIV dilaboratorium pun tidak dapat membaca, yang artinya memang berkurang dan tidak sekedar "tidur"....

Fakta bahwa ARV dapat mengembalikan kehidupan seksual seorang ODHIV sehingga tidak lagi dapat menularkan HIV  kepasangannya ditutup oleh fakta bahwa orang tersebut mengidap HIV yang setiap saat dapat menularkan kepasangannya. Sehingga banyak orang yang menghindari orang dengan HIV karena anggapan takut tertular ini. Orang dengan HIV yang tetap dianggap memiliki resiko tinggi menularkan kepasangannya juga diperburuk dengan anjuran penggunaan kondom seumur hidup, agar tidak menularkan HIV kepasangannya.

Kita selama ini memperjuangkan kesamaan status ODHIV secara sosial, seksual dan akses kesehatan, tetapi tanpa disadari kita selalu menganggap ODHIV berbeda, bahwa HIV-nya akan selalu menjadi "ancaman" bagi orang lain sehingga melupakan nilai positif seseorang tetapi selalu fokus ke status HIV-nya. Selalu berfokus pada "kemalangan" orang yang hidup dengan HIV dan banyak contoh kegagalan seperti ditinggalkan pasangan, menularkan kepasangan atau anak, gagal mendapatkan pekerjaan, dtiolak layanan kesehatan atau lainnya.......
Tidak banyak contoh keberhasilan (baik melalui advokasi ataupun tidak) yang dialami oleh orang dengan HIV dalam hidupnya. Berapa banyak kita mendengar dan mendapatkan informasi bahwa orang dengan HIV dapat lolos tes kesehatan menjadi PNS, bekerja diluar negeri, tetap dapat bekerja dilayanan kesehatan, pendidikan atau sektor formal lainnya?
Kitapun tidak banyak mendapat informasi bahwa orang dengan HIV dapat tetap memiliki pasangan dan anak negatif, atau pemuka agama yang terinfeksi HIV. Dimana artinya HIV dapat menginfeksi siapapun.

Disatu sisi HIV (sama seperti infeksi lain) bukanlah hal yang perlu dipamerkan secara sosial, tetapi ada banyak kisah positif dan keberhasilan hidup orang dengan HIV yang layak diangkat dan dijadikan contoh bahawa HIV bukanlah penghalang atau akhir segalanya justru tidak pernah diungkap. Cerita kemalangan dan kegagalan menata kehidupan setelah status HIV positif justru lebih sering diceritakan sehingga akhirnya terbentuk pemikiran bahwa orang dengan HIV adalah orang yang gagal dalam hidupnya, dimulai dengan "kesialan" terinfeksi HIV yang kemudian diikuti kemalangan lainnya.

Apakah selama ini kita sudah benar-benaran memberikan dukungan (seperti yang selama ini kita gembar-gemborkan dan pamerkan dengan lantang) sementara ODHIV yang berusaha mempertahankan kepatuhan obatnya hingga viral loadnya tidak terdeteksi selalu "dibunuh" kembali dengan pernyataan "hanya menekan, tidak akan bisa sembuh??"....lebih buruknya tetap dianggap sebagai ancaran resiko penular HIV. Bahkan saat tidak memiliki infeksi oportunistik sama sekali tetap dianggap sebagai orang yang hidup dengan HIV dengan berbagai infeksi opotunistik lain (B20), saat mereka tidak menderita penyakit apapun lalu apa yang harus disembuhkan, mengapa mereka harus dihindari?

Apakah ODHIV akan dan dapat memiliki harapan yang sama dengan orang lain bila selalu diingatkan bahwa mereka "berbeda"?
Memang mereka tetap harus minum ARV setiap hari tetapi bila sudah tidak lagi menularkan HIV-nya lalu apa yang ditakuti? Apalagi dianggap berbeda?
Apakah ODHIV akan tetap patuh ARV bila setiap saat selalu diingatkan bahwa ARV-nya hanya "menekan" ? Lalu bila mereka putus obat karena frustasi tidak kunjung "sembuh" lalu siapa yang dibahayakan dalam kasus penularan??
Penularan HIV baru dapat dihentikan saat semua orang yang hidup dengan HIV tidak lagi dapat menularkan keorang lain, dan ini sebabnya pengobatan mereka sangat perlu untuk didukung agar tidak terputus (apapun alasannya).....disisi lain menormalisasi status HIV dan kampanye positif juga bisa membuat banyak orang sadar untuk tau statusnya sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan diri dan pasangan. Terus menerus memberikan informasi negatif dan menggunakan bahasa atau diksi yang tidak tepat akan membuat strigma dan ketakutan tetap ada sehingga langkah upaya penanggulangan HIV tidak akan pernah tercapai.

Bagaimana dengan anggapan bahwa HIV adalah "hukuman" moral ? Dengan anggapan ini apakah setiap orang akan bersedia melakukan tes dan tau status HIV-nya? Bagaimana saat hasilnya positif yang otomatis akan membuat dirinya merasa diadili karena secara moralitas dianggap buruk.
HIV dicegah dengan abstinence dan be faithfull....... kalau kemudian hasil tesnya reaktif atau positif kira-kira bagaimana anggapan anggota keluarganya yang lain, masyarakatnya atau penerimaan dirinya......oh tertular HIV karena gak abstinence dan faithfull ........
Dan inilah yang terjadi hingga saat ini dalam edukasi HIV dinegara kita.

Ataukah Kita yang selama ini berteriak zero stigma sebenarnya memiliki masalah tersendiri terkait HIV? Memiliki ketakutan berlebihan akan HIV?

Kita tidak akan dapat mengedukasi atau membicarakan HIV secara "normal" saat kita sendiri belum memiliki pemahaman yang bagus akan HIV.Issu  HIV tidak hanya mencakup penularan dan AIDS, HIV juga beririsan dengan banyak aspek kehidupan sosial yang juga mempengaruhi mentalitas saat disampaikan secara negatif.

 

Kata kunci : #faith2endaids
Artikel dari
Mitos, Diskriminasi, Stigma

Stop Menyebut ODHIV Sebagai Penderita


02-Sep-2023 | Aan Rianto

Edukasi HIV Di Komunitas


02-Sep-2023 | Aan Rianto