BERANDA ARTIKEL DAFTAR ARTIKEL FAVORIT SAYA DOKUMEN KONTEN EDUKASI ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG KAMI

Bagaimana Slogan Pencegahan Berpengaruh Pada Stigma HIV

19-Jan-2024 | Aan Rianto

Terakhir diperbaharui 23-Feb-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 184 kali

Jadikan artikel favorit

#faith2endaids

...

Hingga saat ini stigma terhadap orang yang hidup dengan HIV masih selalu berputar dengan anggapan sebagai orang yang gemar melakukan "seks bebas", tidak bisa dipercaya atau sering selingkuh serta orang-orang yang senang menggunakan narkoba.
Hal ini tentunya membuat banyak orang memiliki anggapan buruk terhadap orang yang hidup dengan HIV dan juga akan membuat mereka enggan untuk melakukan pemeriksaan HIV dan memulai pengobatan apabila positif HIV atau melakukan pencegahan agar tidak terinfeksi HIV. Orang akan menjadi kuatir apabila hasil tes antibodi HIV positif akan serta merta mendapat cap diatas.

Di saat banyak pihak selalu "berupaya" dan membicarakan program penghapusan stigma dan pencegahan penularan HIV dengan konsep ABCD(E) : abstinence, be faithfull, condom use, don't do drugs dan education  ternyata tanpa disadari konsep tersebut justru melanggengkan stigma tanpa disadari. Orang yang terinfeksi HIV seringkali dianggap buruk secara moralitas karena anggapan-anggapan diatas.
Hal ini tentunya tidak lepas dari slogan dan materi edukasi mengenai pencegahan HIV : Abstinence, Be Faitfhfull, Condom use dan don't do Drug. Anggapan yang kemudian muncul adalah mereka bukanlah orang yang layak dipercaya dalam suatu hubungan karena tidak bisa abstinence, tidak setia, tidak menggunakan kondom saat melakukan seks dengan orang lain dan juga pengguna narkoba. Ini juga mengapa isu moralitas selalu lekat dengan HIV dan orang yang hidup dengan HIV. Padahal HIV sama seperti infeksi (dan penyakit lainnya) tidak perlu dikaitkan dengan moralitas (yang pada akhirnya akan mempersulit langkah pencegahan dan penghapusan stigma), HIV sama seperti infeksi lain adalah kejadian medis yang harusnya juga perlu ditangani secara medis.

Pencegahan HIV akan lebih mudah apabila isu HIV juga dibuat normal tanpa perlu dikaitakan dengan moralitas. Negara-negara yang sudah berhasil mencapai tarjet global 95:95:95 tidak lagi menggunakan metode pembelajaran dan kampanye ABCD(E) karena selain sulit menerapkan "standar moralitas" juga bertentangan dengan hak seksualitas individu. Orang akan sulit dipaksakan untuk dapat melakukan ABCD(E) sekalipun ditakut-takuti dengan isu HIV dan AIDS. Angka penularan HIV tetap tinggi.
Ada poin edukasi didalamnya tetapi masih banyak modul dan materi terkait edukasi HIV yang berisi konten negatif sehingga stigma juga tetap tinggi, bahkan masih banyak terjadi diskriminasi layanan terhadap orang yang hidup dengan HIV. Penularan HIV dan stigma serta diskriminasi akan tetap  terjadi saat edukasi tidak dirubah. Orang akan tetap takut untuk melalukan tes dan pengobatan serta pencegahan saat mereka masih beranggapan bahwa HIV berkaitan dengan moralitas. Bahwa moralitas mereka akan dihakimi apabila hasil tes HIV positif, apabila mereka akses pengobatan ARV dan bahkan saat mereka akses pencegahan PrEP.

Kampanye pencegahan HIV kiranya akan lebih ramah terdengar dan tidak membuat orang menghindari tes, pengobatan dan akses pencegahan saat kita juga bersedia mengubahnya dengan poin-poin : Testing, PrEP, Condom use dan TasP (Treatment as Prevention ; pencegahan penularan HIV dengan pengobatan ARV bagi yang positif atau seringkali disebut U=U). 
Sama seperti cek kesehatan berkala lainnya yang seharusnya juga rutin dilakukan, tidak perlu dikaitkan dengan isu moralitas. Siapapun yang berisiko terinfeksi (apapun) sebaiknya juga melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Kata kunci : #faith2endaids
Artikel dari
Mitos, Diskriminasi, Stigma

HIV Tidak Sama Dengan B20


02-Sep-2023 | Aan Rianto

HIV Karena Takdir?


07-Sep-2023 | Aan Rianto

Bagaimana Mengedukasi TDTM Atau U=U


11-Sep-2023 | Aan Rianto

Bagaimana Stigma Membunuh ODHIV


07-Sep-2023 | Aan Rianto