BERANDA ARTIKEL DAFTAR ARTIKEL FAVORIT SAYA DOKUMEN KONTEN EDUKASI ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG KAMI

Negatif HIV Dan Tidak Percaya Pemeriksaan?

12-Sep-2023 | Aan Rianto

Terakhir diperbaharui 20-Feb-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 433 kali

Jadikan artikel favorit

#faith2endaids

...

Ada banyak orang yang saat sudah melakukan pemeriksaan HIV dan mendapatkan hasil negatif tetap tidak mau mempercayai hasil tes HIV-nya. Bahkan saat sudah melakukan tes PCR DNA/RNA sekalipun. 
Mereka tetap bersikukuh bahwa tes yang mereka lakukan tidak valid karena merasa masih mengalami gejala-gejala yang mereka anggap sebagai "gejala HIV".

Bagaimana hal ini dapat terjadi:
1. Informasi yang tidak tepat terkait HIV yang selama ini diterima adalah bahwa HIV ditularkan melalui "seks bebas", sehingga saat mereka melakukan seks bebas maka beranggapan akan pasti terinfeksi HIV
2. Informasi mengenai berbagai gejala HIV yang tidak tepat akan membuat setiap orang yang "kebetulan" mengalami gejala tersebut beranggapan bahwa dirinya terinfeksi HIV
3. Informasi yang didapat dari komunitas, peer educator atau bahkan tenaga medis sekalipun sering kali tidak memiliki dasar literasi yang sama atau tidak ada dasarnya sama sekali
4. Tidak adanya pemahaman yang mendasar dan sama mengenai masa jendela

Hal-hal diatas dapat membuat kondisi kejiwaan seseorang yang pernah melakukan  seks diluar hubungan menjadi terganggu apalagi saat dikaitkan dengan moralitas yang selalu menganggap bahwa seks diluar pernikahan adalah hal yang tidak sesuai moralitas, aib dan berdosa. Dan sebagai hukumannya maka akan tertular HIV.
Mereka akan mulai memperhatikan setiap gejala yang mungkin akan muncul dan dikaitkan dengan HIV. Saat hasil tes HIV juga negatif, sekalipun sudah melewati masa jendela terlama 3 bulan, mereka akan tetap mencari gejala HIV setiap saat.  Bahkan saat tidak ada gejala apapun mereka akan menganggap setiap tanda yang muncul sebagai tanda infeksi HIV. Mereka akan terus menerus memikirkan hal ini hingga kehidupan mereka akan mulai teganggu dan muncul gejala-gejala yang kemudian dianggap sebagai gejala HIV.
Sulit tidur, mimpi buruk sehingga saat bangun pagi kondisi mood juga tidak bagus, nyeri sendi. Hal selanjutnya kehilangan nafsu makan dan mulai penurunan berat badan, sariawan, nyeri tenggorokan, asam lambung kambuh dan memperburuk kondisi, lidah berjamur. Semakin dalam dipikir bahwa mereka terinfeksi HIV maka konsentrasi untuk melakukan hal-hal keseharian juga akan berkurang, lalu mulai cemas saat orang mulai memberikan komentar perubahan fisik mereka. Mereka akan semakin cemas sehingga tidak lagi menjaga kebersihan dan kesehatan diri,  mulai muncul gatal yang digaruk dan menyebabkan ruam, kepala berketombe dan rambut rontok.
Semua gejala ini akan langsung dipersepsikan sebagai gejala HIV tahap akhir yang kemudian juga diperburuk informasi bahwa HIV tahap akhir tidak lagi dapat dideteksi oleh tes HIV.

Lalu apa yang harus dilakukan apabila kondisi psikosomatis ini semakin parah? Konsultasi ke psikiater adalah jawabannya, apabila diperlukan akan diberikan resep obat penenang untuk mengurangi kecemasan. Pasien juga sebaiknya perlu belajar mencari dan memilah informasi yang positif agar tidak kembali mengalami kecemasan. Seringkali informasi yang diberikan oleh peer educator, aktifis, konselor maupun tenaga kesehatan juga memiliki muatan negatif yang kemudian menimbulkan kecemasan lebih lanjut pada orang yang menerima informasi tersebut.

Kata kunci : #faith2endaids
Artikel dari
Mitos, Diskriminasi, Stigma

Bubur Ayam Dan HIV


12-Sep-2023 | Aan Rianto

HIV Karena Takdir?


07-Sep-2023 | Aan Rianto