BERANDA ARTIKEL DAFTAR ARTIKEL FAVORIT SAYA DOKUMEN KONTEN EDUKASI ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG KAMI

HIV : Moralitas, Agama, Orientasi Seksual Dan Stigma

17-Aug-2024 | Aan Rianto

Terakhir diperbaharui 17-Aug-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 66 kali

Jadikan artikel favorit

#StigmaDiskriminasi #UndetectableUntransmittable #faith2endaids #edukasiHIV #HIV #ODHIV #equals_id #UequalsU #obatHIV #peoplefirst #letcommunitieslead

...

HIV/AIDS adalah isu yang memengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk moralitas, agama, dan orientasi seksual. Mari kita bahas beberapa poin terkait hal ini:

  1. Orientasi Seksual dan HIV/AIDS:

    • Orientasi seksual mengacu pada ketertarikan emosional, seksual, dan romantisme yang dirasakan oleh seseorang terhadap individu lain. Ini adalah bagian dari identitas pribadi dan setiap orang berhak memutuskan bagaimana mereka ingin mendefinisikannya. 
    • HIV/AIDS tidak memandang orientasi seksual. Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman (tanpa kondom) dengan seseorang yang telah terinfeksi HIV (dan tidak memiliki viral load yang tersupresi karena tidak menjalani pengobatan ARV atau sebab lain). Oleh karena itu, penting bagi semua individu, tanpa memandang orientasi seksual, untuk memahami risiko dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat.
    • HIV dapat menginfeksi siapapun terlepas apapun orientasi seksualnya sehingga mengkaitkan infeksi HIV dan AIDS dengan orientasi seksual tertentu bukanlah hal yang tepat.
  2. Moralitas dan HIV/AIDS:

    • Pandangan moral tentang HIV/AIDS bervariasi di seluruh masyarakat dan dipengaruhi oleh faktor seperti budaya, agama, dan norma sosial.
    • Beberapa orang mungkin mengaitkan HIV/AIDS dengan perilaku yang dianggap “tidak bermoral,” seperti hubungan seks di luar pernikahan atau penggunaan narkoba suntik bersama-sama, melakukan hubungan homoseksual dan juga transaksi seksual (baik sebagai pembeli ataupun penyedia layanan seks).
    • Namun, penting untuk memahami bahwa HIV adalah infeksi yang dapat menginfeksi siapa saja, tanpa memandang moralitas individu. Stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS seharusnya tidak ada.
    • Pekerja seks (dan pelanggan jasa seks) juga seringkali dianggap sebagai penyebab utama penularan HIV, terutama posisi penyedia jasa layanan seks yang selalu dianggap faktor penular utama. Padahal ada banyak pekerja seks yang sudah cukup teredukasi mengenai penularan HIV dan menjalani pengobatan ARV sehingga tidak lagi menularkan kepasangannya. Ada banyak juga yang enggan melakukan pengobatan karena ketakutan akan dijauhi apabila orang lain mengetahui status HIV-nya. 
  3. Agama dan HIV/AIDS:

    • Respons agama terhadap HIV/AIDS bervariasi. Beberapa agama memiliki pandangan yang inklusif dan mendukung individu yang hidup dengan HIV/AIDS, sementara yang lain mungkin lebih konservatif.
    • Beberapa komunitas agama aktif dalam upaya pencegahan dan dukungan bagi orang dengan HIV/AIDS. Mereka mempromosikan penggunaan kondom, pengujian HIV, dan perawatan yang memadai.
    • Namun, ada juga situasi di mana pandangan agama dapat memperkuat stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS terurtama saat latar belakang pengidap HIV/AIDS tersebut berasal dari komunitas LGBT ataupun pekerja seks yang selalu dianggap buruk secara moralitas. Pendidikan dan dialog yang terbuka sangat penting untuk mengatasi hal ini.
  4. Peran Pendidikan dan Kesadaran:

    • Pendidikan tentang HIV, termasuk pengetahuan tentang pencegahan, pengujian, dan perawatan-pengibatan, sangat penting.
    • Kesadaran tentang fakta-fakta seputar HIV/AIDS dapat membantu mengurangi stigma dan memperkuat dukungan bagi orang yang terinfeksi.
    • Semua individu, termasuk para pemimpin agama, memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi yang akurat dan memerangi stigma.
    • Membicarakan issue HIV, termasuk pencegahannya seharusnya tidak dicampur adukkan dengan faktor resiko IMS lain karena HIV tidak semudah IMS lain untuk ditularkan. Sayangnya hanya HIV yang dilekatkan dengan issue moralitas (dan agama) sehingga keseraman akan HIV masih terus membayangi banyak orang dan mendorong terjadinya diskriminasi. Orang dengan HIV yang menjalani pengobatan ARV dan menjaga viral loadnya tidak terdeteksi sudah tidak lagi dapat menularkan HIV secara seksual sekalipun melakukan seks tanpa kondom. Kalau memang peduli dengan issue IMS maka tambahkan informasi tambahan bahwa hal ini tidak mengurangi infeksi menular seksual lain. Kondom juga dapat dipergunakan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini selain tetap menunjukkan awareness akan HIV juga mengurangi ketakutan akan penularan HIV. 
    • Tidak ada yang bisa melarang orang dewasa untuk melakukan hubungan seksual, dengan menakuti cara apapun. Tidak ada yang bisa memaksakan orang yang melakukan seks diluar pasangan formalnya untuk menggunakan kondom. Fakta bahwa angka penularan HIV masih terus naik bahkan dikalangan usia muda menunjukkan adanya gap atau celah informasi yang belum dipahami dalam mengedukasikan mengenai HIV. Ada banyak informasi mengenai HIV (dan AIDS) yang masih mengacu pada pola edukasi lama dan tidak diperbarui sekalipun terlihat jelas edukasi tersebut tidak berhasil mengendalikan penularan baru.

Ingatlah bahwa HIV/AIDS adalah masalah kesehatan global yang membutuhkan pendekatan holistik. Kita semua dapat berkontribusi dengan memahami, mendukung, dan mengedukasi diri tentang isu ini. Pisahkan resiko IMS dan moralitas (serta agama) saat berbicara mengenai HIV. Issue HIV perlu dinormalisasi sama seperti infeksi/penyakit lain karena siapapun dapat terinfeksi HIV saat tidak mengetahui cara penularannya. HIV tidak berkaitan dengan moralitas, agama ataupun orientasi seksual manapun. Penggunaan kondom tetap diperlukan untuk menghindari infeksi menular seksual lain maupun kehamilan yang tidak diinginkan saat orang dengan HIV tersebut sudah mencapai viral load tersupresi.

Orang yang hidup dengan HIV dan menjaga viral loadnya tersupresi perlu memahami bahwa mereka bukan lagi ancaman penular HIV ke orang lain saat tetap menjaga kepatuhan pengobatannya. 

Kata kunci : #StigmaDiskriminasi, #UndetectableUntransmittable, #faith2endaids, #edukasiHIV, #HIV, #ODHIV, #equals_id, #UequalsU, #obatHIV, #peoplefirst, #letcommunitieslead
Artikel dari
Informasi dasar

Apakah Blips Perlu Diwaspadai


13-Jan-2024 | Aan Rianto

IMS - Klamidia


05-Feb-2024 | Aan Rianto

ARV Bukanlah Vitamin


03-Sep-2023 | Aan Rianto

Mengenal Pencegahan TBC Pada ODHIV


09-Mar-2024 | Aan Rianto