Donor Darah Bukan Cara Untuk Mengetahui Status HIV
Terakhir diperbaharui 26-Nov-2024
Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit
Telah di baca 125 kali
#DonorDarahBukanCaraTesHIV #faith2endaids #equals_id #edukasiHIV #HIVAwareness #PeduliSesama #HIV #TestingHIV #konsultasikesehatan #KesadaranHIV #HidupSehatIsu klasik sebagian besar orang yang tidak mempercayai hasil tes HIV sekalipun sudah melewati masa jendela 3 bulan, dan tidak jarang mereka melakukan tes berkali-kali dan tetap tidak percaya karena didasari beberapa faktor seperti
- Gejala yang masih ada dan bertambah parah, sekalipun hasil tes sudah negatif namun anggapan jika hasil tes negatif yang valid jika tidak gejala, bukan karena sudah melewati masa jendela, jadi mereka lebih fokus terhadap gejala, bukan jarak waktu dari resiko dengan tes HIV.
- Informasi bahwa tes HIV harus dilakukan secara berkala sekalipun resiko hanya satu kali saja, dengan rentang yang bervariasi misal 6 bulan sampai 1 tahun dan tidak jarang hingga 1-10 tahun, karena tidak jarang edukator yang seharusnya memberikan informasi valid malah membuat beban psikologi yang sudah parno bertambah berat. Hingga sering menanyakan keakuratan tes HIV berkali-kali.
- Anggapan bahwa tes antibodi dilayanan tidak akurat dan harus dilakukan tes konfirmasi seperti PCR untuk bisa benar-benar yakin bahwa dirinya benar-benar 100 persen tidak tertular HIV.
Bagi beberapa orang yang tidak mempercayai hasil tes HIV-nya, tidak jarang mereka melakukan tes PCR demi memuaskan rasa parno dan mengeluarkan uang yang tidak sedikit, dan kondisi seperti juga sudah mengarah kekondisi nosophobia (ketakutan yang sangat ekstrim dan tidak masuk akal terhadap suatu penyakit/infeksi kronis secara terus-menerus).
Ada juga yang berpikir untuk melakukan donor darah agar bisa mengatasi rasa keparnoan dan ketidakpercayaan terhadap tes HIV seseorang, dan berpikir jika tidak dihubungi oleh pihak PMI, darah mereka dikatakan aman. Motivasi selanjutnya adalah beranggapan tes uji tapis/screening yang digunakan oleh PMI adalah PCR/NAT sehingga mereka juga semakin termovitasi untuk melakukan donor darah agar menghilangkan keparnoannya.
Tidak semua UDD (Unit Donor Darah) PMI menggunakan alat PCR/NAT untuk screening atau uji tapis darah dari pendonor, dan masih menggunakan alat tes yang hanya mendeteksi antibodi dengan alat rapid tes atau antibodi dan antigen saja ((link).
Penapisan sampel darah untuk infeksi HIV dengan metode PCR/NAT akan membutuhkan biaya cukup besar dan membutuhkan waktu tidak sedikit. Sementara banyak pendonor juga tidak mau jujur dengan perilaku berisiko yang dilakukan ataupun obat-obatan yang dikonsumsinya demi agar darah yang didonorkan tidak ditolak.
Dan anggapan jika dalam beberapa waktu tidak ada surat atau pemberitahuan jika darah yang didonor aman juga tidak menunjukkan hasil status HIV seseorang, karena darah yang sudah diambil ada kemungkinan belum dites, karena terdapat antrian dengan sampel lain.
Spesimen yang terkonfirmasi positif infeksi menular melalui darah akan diuji beberapa kali hingga nantinya dikirimkan ke UUD PMI yang lain yang memiliki alat yang lebih canggih untuk uji tapis ini.
Jikapun hasil spesimen terkonfirmasi positif pihak PMI akan mengarahkan pendonor untuk tes konfirmasi dilayanan seperti rumah sakit atau puskesmas untuk tes diagnosa dan pengobatan.
Untuk mendapatkan diagnosa HIV sebenarnya adalah hal sederhana dengan datang kelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit dan tunggu hingga masa jendela 3 bulan telah berakhir atau tepat 90 hari atau lebih dari resiko terakhir. Disana akan terdapat konseling mengenai hasil tes, langkah pencegahan jika negatif, dan diarahkan pengobatan jika memang hasilnya positif.
Untuk ODHIV yang juga penasaran apakah masih bisa donor darah dan bagaimana jika mereka mencoba mengikuti proses screening darah, tentu ini akan menjadi tricky/sulit dan membingungkan bila hasil tidak terdeteksi dengan alat PCR/NAT dan juga ketika dites menggunakan tes serologi (tes antibodi atau antibodi-antigen) suatu waktu akan kembali negatif palsu jika viral load sudah tidak terdeteksi sudah stabil.
Dan memang peraturan donor darah ODHIV tidak dibolehkan untuk ikut donor sekalipun viral load sudah tidak terdeteksi, tidak terdeteksi sama dengan tidak menular hanya berlaku pada aktivitas seksual saja, dengan ambang batas viral load dibawah 200 kopi/mL. Rentang viral load antara 201 sampai 1000 kopi/mL memiliki resiko secara seksual yang sangat rendah dan bisa diabaikan.
Karena volume darah yang diambil dalam jumlah cukup banyak berkisar 350-450 mL, jika viral load dalam didarah adalah 15 kopi/mL maka jika dikalikan dengan volume darah 350-450 mL maka viral load yang akan diterima oleh penerima donor dengan kisaran 5.250 - 6750 kopi (ini sudah lebih dari ambang batas viral load < 1000 kopi yang aman dari penularan HIV) yang tentu memiliki potensi penularan karena virus akan dengan mudah memasuki ke aliran darah penerima donor. Semakin tinggi viral load pada setiap kopi/mL akan semakin besar resiko penularan HIV pada donor darah dengan jumlah volume darah yang dibutuhkan dalam standar donor darah.