Bagaimana Mengkomunikasikan TDTM?
Terakhir diperbaharui 24-Feb-2024
Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit
Telah di baca 132 kali
#faith2endaidsHingga pertengahan tahun 2023 di Indonesia tercatat ada perkiraan orang yang hidup dengan HIV sebanyak 515,455 orang dan yang menjalani pengobatan ARV sekitar 45% dan hanya 30% diantaranya yang memiliki viral load tersupresi (s/d Agustus 2023).
Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengurangan resiko penularan baru HIV masih jauh dari harapan tarjet global 95%.
Dari hasil penelitian salah satu LSM HIV di Indonesia ada tercatat penyebab berhentinya pengobatan HIV pada orang dengan HIV : sibuk bekerja (38,94%), merasa sehat (26,96%), kendala jarak dan biaya (22,13%), jenuh (4,16%), efek samping (0.83%), takut diketahui pasangan/tetangga/keluarga (1%) dan menjalani pengobatan lain (5,99%).
Karena kendala-kendala tadi maka orang dengan HIV tidak mendapatkan manfaat dari TDTM (Tidak terDeteksi = Tidak Menularkan) untuk tetap dapat menjalani pengobatan, tetap memiliki kesehatan yang baik, tidak lagi dapat menularkan HIV kepasangannya dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik sama seperti orang tanpa HIV.
TDTM dapat dijadikan pesan utama untuk mengakhiri penularan baru HIV, tapi hanya saat disebarluaskan.
-Orang dengan HIV yang menjalani pengobatan dan memiliki viral load tersupresi akantetap dianggap sebagai sumber penularan HIV sekalipun mereka sudah tidak lagi dapat menularkan HIV. Mereka akan mengalami stigma, diskriminasi, isolasi, penolakan dan pengucilan, kekerasan pasangan, depresi dan juga dapat menyebabkan bunuh diri, menerima persekusi ataupun penganiayaan. Pemahaman mengenai TDTM yang diberikan pada masyarakat umum dapat mencegah hal ini terjadi, sehingga stigma berkurang, demikian pula diskriminasi yang pada akhirnya mendorong lebih banyak orang untuk tau status HIV-nya dan menjalani pengobatan ataupun pencegahan.
-Orang dengan HIV yang tidak menjalani pengobatan seringkali memilih untuk tidak terlibat dalam perawatan dan pengobatan karena ketakutan akan mengalami diskriminasi. Mereka akan semakin merasakan malu, tidak layak, putus asa, terisolasi, tidak ada yang memperdulikan yang pada akhirnya memperburuk kondisi kesehatan mereka dan juga mempertinggi resiko penularan kepasangan.
Untuk itu sangat perlu mengkomunikasikan TDTM sebagai prioritas utama untuk mengurangi stigma, memperbaiki kualitas kesehatan dan memberikan kesempatan yang sama pada orang yang hidup dengan HIV.
Komunikasikan TDTM dengan jelas dan konsisten.
Gunakan bahasa atau diksi yang jelas dan tidak menimbulkan pengartian lain ”tidak dapat menularkan”, ”tidak ada resiko menularkan”, ”resiko penularan NOL”, ”tidak mungkin dapat menularkan”, ”mustahil dapat ditularkan”. Hindari frase-frase yang ambigu seperti : ”hampir tidak menularkan”, ”memperkecil atau mengurangi resiko penularan”, ”hampir tidak menularkan”, ”secara teori tidak menularkan”.
Hindari penggunaan kalimat yang mengungkapkan kekuatiran berlebih.
Pemberuian informasi perlu disertai rasa percaya diri dan keyakinan untuk menghindari anxiety yang mungkin muncul: ”sekalipun tidak terdeteksi=tidak menualrkan tetapi tetap ada resiko kecil.....”, ”tetap harus menggunakan kondom sekalipun undetectable”, ”masih ada resiko infeksi silang sekalipun tidak terdeteksi”
Dasar-dasar komunikasi terkait informasi TDTM tidaklah sulit, hanya butuh pengetahuan yang mendalam bahwa orang dengan HIV dengan viral load tersupresi atau tidak terdeteksi sudah tidak lagi dapat menularkan HIV secara seksual kepasangannya.