Apakah U=U Sudah Banyak Dipahami Banyak Orang?
Terakhir diperbaharui 14-Feb-2024
Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit
Telah di baca 354 kali
#faith2endaidsPenelitian berikut dikumpulkan dari 15,872 gay and biseksual dari Indonesia (1342), Jepang (7452), Malaysia (849), Thailand (1566) dan Vietnam (4663), secara online dari Mei 2020 hingga Januari 2021. Hanya 35.9% dari responden paham mengenai TDTM atau U=U, sementara 44.8% tidak pernah mendengar TDTM dan 19.3% tidak yakin pernah mendengar atau memahami.
Sekitar 7% dari responden adalah orang dengan HIV, 46% HIV negatif, dan sisanya tidak tahu statusnya.
Pemahaman TDTM bervariasi (Indonesia 28%; Jepang 41%; Malaysia 40%; Thailand 33% dan Vietnam 30%) dan berdasarkan status HIV (positif 76%; negatif44%; dan tidak tahu status 22%).
Dari 4707 laki-laki yang melakukan anal seks tanpa kondom dengan pasangan tetapnya hanya 30% yang memahami TDTM sebagai pencegahan penularan HIV (3/4 hidup dengan HIV).
Dari 1797 yang melakukan seks tanpa kondom dengan pasangan tidak tetap menyatakan hanya 23% yang memahami TDTM sebagai upaya pencegahan penularan HIV (3/4 hidup dengan HIV).
Masih banyaknya angka orang yang tidak memahami TDTM sebagai upaya pencegahan penularan HIV (Tidak terDeteksi = Tidak Menularkan) juga dipengaruhi oleh peran peer educator termasuk nakes dalam melakukan edukasi ini.
Masih adanya ketidakpercayaan bahwa TDTM tidak 100% efektif mencegah penularan HIV, selain kekuatiran bahwa angka penularan IMS akan meningkat menjadi alasan utama tidak memberitahu TDTM yang pada sisi positifnya adalah semakin membaiknya kepatuhan ARV sehingga ODHIV tersebut tidak lagi dapat menularkan HIV kepasangannya.
Pada orang dengan HIV (ODHIV) memahami TDTM berarti juga meningkatkan kepercayaan diri mengetahui bahwa mereka tidak lagi dapat menularkan HIV keorang lain (termasuk pasangan seksual dan anak). Bagi tenaga kesehatan pemahaman ini juga seharusnya membebaskan ketakutan akan terinfeksi dari pasein dengan HIV saat melakukan penanganan kesehatan.
Orang dengan HIV tidak lagi menjadi ancaman karena ketakutan akan penularan dan keseraman kondisi saat masuk stadium akhir.
Tapi bagaimana dengan fakta dan kenyataan dilapangan?