BERANDA ARTIKEL DAFTAR ARTIKEL FAVORIT SAYA DOKUMEN KONTEN EDUKASI ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG KAMI

HIV Di Tempat Kerja

07-Jan-2024 | Aan Rianto

Terakhir diperbaharui 13-Mar-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 272 kali

Jadikan artikel favorit

#faith2endaids

...

Dalam keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Republik Indonesai nomor Kep.68/MEN.IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ditempat kerja sudah menunjukkan upaya yang bagus untuk tidak adanya stigma dan diskriminasi ditempat kerja terkait status HIV positif.

Namun bagaimana pelaksanaannya?
Keputusan kemenakertrans diatas dapat dijadikan acuan dan rujukan advokasi apabila sebuah perusahaan atau badan usaha masih melakukan upaya-upaya diskriminasi terhadap karyawan yang berstatus HIV positif. Tentu saja masih ada sebagian perusahaan atau badan usaha yang melakukan hal tersebut, dan karyawan yang bekerja ditempat tersebut juga tidak mengetahui hak-haknya sebagai pekerja. Perlu dipahami bahwa setiap upaya pemutusan hubungan kerja harus ada alasan yang jelas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi bisa dimintakan alasan pemutusan hubungan kerja yang bilamana perlu dalam bentuk tertulis. Apabila memang ada alasan status HIV positif dijadikan salah satu alasan dalam pemutusan hubungan  kerja, maka dapat dilaporkan ke serikat pekerja diperusahaan tersebut, tentunya dengan membawa aturan kemenakertrans diatas.

Yang seringkali masih menjadi kendala adalah pelaksanaan MCU (Medical Check UP) yang berada dibawah kementrian kesehatan. Hingga saat ini belum ada aturan yang jelas bagaimana syarat pemberian rekomendasi fit atau un-fit for duty bagi pekerja atau calon pekerja yang melakukan pemeriksaan MCU dan hidup dengan HIV. Seringkali saat dalam MCU ditemukan ada status HIV positif akan langsung dianggap diberikan rekomendasi tidak layak kerj (un-fit for duty). Statu HIV positif masih belum dianggap memenuhi syarat ”sehat jasmani”. Sementara aturan dari ILO memuat butir-butir yang sangat jelas bahwa setiap pekerja atau calon tenaga kerja boleh bekerja dan mendapatkan rekomendasi layak bekerja apabila mampu mengerjakan suatu tugas dan pekerjaan yang diberikan.

Jadi yang sering terjadi saat ini adalah perusahaan tidak bermasalah dengan status HIV pekerja atau calon tenaga kerja, tetapi dokter atau tenaga medis pelaksana MCU tidak memahami informasi mengapa seseorang yang hidup dengan HIV tidak bisa mendapatkan rekomendasi layak bekerja. Ada celah pemberian informasi yang belum tersampaikan disini yang juga menyangkut kepentingan hidup dan hak mendapatkan pekerjaan serta kehidupan yang layak.
Saat orang yang hidup dengan HIV memiliki CD4>450 dan memiliki viral load tidak terdeteksi, serta tidak memiliki infeksi penyakit lain tentunya secara kesehatan dan penularan sama seperti orang tanpa HIV. Mereka jelas tidak dapat menularkan HIV ke rekan pekerja lainnya karena seperti diketahui bahwa HIV tidak ditularkan melalui aktifitas sosial, termasuk bekerja bersama dalam satu tim atau kantor. Secara kesehatan mereka juga sama seperti orang tanpa HIV yang sehat, yang tentunya juga memiliki tingkat produktifitas sama.

Mungkin yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah definisi ”sehat jasmani dan rohani”, yang seringkali menjadi alasan utama untuk dapat melakukan suatu tindakan diskriminasi. Apakah orang dengan HIV yang produktif dan tidak lagi dapat menularkan HIV keorang lain tetap layak mendapatkan perlakuan diskriminatif? Bagaimana apabila status HIV tersebut menetap seumur hidup, apakah orang yang hidup dengan HIV tidak akan bisa mendapatkan rekomendasi layak bekerja seumur hidupnya? Akan selalu gagal dalam setiap upaya pemeriksaan MCU?

 

Kata kunci : #faith2endaids
Artikel dari
ODHIV & Kesempatan kerja

Aturan Ketenagakerjaan Terkait HIV


10-Jan-2024 | Aan Rianto

MCU ODHIV


02-Sep-2023 | Aan Rianto