BERANDA ARTIKEL DAFTAR ARTIKEL FAVORIT SAYA DOKUMEN KONTEN EDUKASI ENDORSEMENT HOTLINE TENTANG KAMI

Aturan Ketenagakerjaan Terkait HIV

10-Jan-2024 | Aan Rianto

Terakhir diperbaharui 13-Mar-2024

Estimasi waktu baca artikel sampai selesai menit

Telah di baca 195 kali

Jadikan artikel favorit

#faith2endaids

...

Bagaimana aturan ketenagakerjaan pada orang yang hidup dengan HIV?

Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor. KEP.68/MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja pasal 5 menjelaskan bahwa (1) pengusaha atau pengurus dilarang melakukan tes HIV (termasuk MCU atau medical check up) untuk digunakan sebagai prasyarat suatu proses rekrutmen atau kelanjutan status pekerja/buruh atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.
(2) Tes HIV hanya dapat dilakukan terhadap pekerja/buruh atas dasar kesukarelaan denga persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan, dengan ketentuan bukan untuk digunakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Apabila tes HIV sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan, maka pengusaha atau pengurus wajib menyediakan konseling kepada pekerja/buruh sebelum atau seseudah dilakukan tes HIV.

Lebih lanjut ada keputusan direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan no. KEP.20/DJPPK/VI/2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja menjelaskan  lebih lanjut mengenai petunjuk teknis pelaksanaan yang juga memberikan butir-butir yang lebih jelas terkait hal ini.

Semua aturan ketenagakerjaan diatas juga sudah sesuai dengan aturan dan dokumen yang dikeluarkan oleh ILO (International Labour Organization) terkait status HIV pada karyawan atau buruh.

Poin-poin diatas juga dapat diajukan sebagai langkah advokasi apabila ada hal-hal yang bertentangan saat proses penerimaan tenaga kerja.

Didalam panduan ILO dan WHO terkait layanan kesehatan dan HIV/AIDS juga disebutkan ada issue mengenai stigma dan diskriminasi diarea layanan kesehatan, baik sesama tenaga kesehatan, terhadap pasien, dari manajemen layanan kesehatan terhadap tenaga kesehatan yang dapat mengambil bentuk beragam termasuk penolakan layanan kesehatan, perlakukan yang tidak semestinya, pembukaan status kesehatan ataupun juga penggunaan alat pelindung yang berlebihan.

Poin-poin khusus juga dimasukkan untuk perlakuan terhadap tenaga kesehatan yang hidup dengan HIV dimana setiap orang yang layak bekerja (fit-for duty) tidak boleh menerima diskriminasi dalam kelangsungan kerja atau kesempatan mendapatkan pelatihan atau promosi. Setiap orang harus mengetahui bahwa pengobatan HIV dengan ARV dapat mempengaruhi kesehatan orang yang hidup dengan HIV secara signifikan sehingga akses untuk mendapatkan ARV juga perlu mendapat perhatian, termasuk dispensasi apabila dibutuhkan.

Lalu bagaimana dengan pelaksanaan hal diatas dikondisi di Indonesia?
Sekalipun sudah ada aturan-aturan yang harusnya dipatuhi dan dilaksanakan, pada kenyataannya selalu ada kasus-kasus yang muncul karena tidak dilaksanakannya aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Memahami aturan-aturan yang berlaku dapat dijadikan bahan untuk melakukan advokasi terlebih dengan adanya dokumen-dokumen penting terkait, terutama saat ada aturan MCU yang melibatkan pemeriksaan HIV.

Apa yang dapat dilakukan untuk dapat melakukan suatu advokasi:
1. Sensitif dan memahami literasi serta dokumen pendukung
2. Melaporkan ke instansi atau jajaran manajemen
3. Melaporkan ke serikat pekerja
4. Melaporkan ke penggiat, Lembaga Bantuan Hukum ataupun dinas terkait
5. Membuat penulisan ke media sosial
Poin diatas dapat dilakukan secara bertahap hingga suatu perubahan kebijakan terjadi

Kata kunci : #faith2endaids
Artikel dari
ODHIV & Kesempatan kerja

HIV Di Tempat Kerja


07-Jan-2024 | Aan Rianto

MCU ODHIV


02-Sep-2023 | Aan Rianto